KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN: URTIKARIA
DI SUSUN
OLEH :
KELOMPOK 4
Fajar Satria Maha
Ichfad Ananda
M. Ivan M. Yusuf
Surya Atmaja
Surya Nanda
Syahiruwandhani
Zulfan Ariyadi
Muksal Mina
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. EDY MULYADI, M. Kep, RN. WOC (ETN)
YAYASAN CUT NYAK DHIEN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKes)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
KOTA LANGSA 2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb
Puji syukur kehadiran ALLAH SWT
yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini. Selawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Besar
MUHAMMAD SAW yang telah membawa umatnya dari alam kegelapan kealam yang berilmu
pengetahuan.
Makalah ini
di buat gunu menyelesaikan tugas dan memperdalam pemahaman tentang penyakit “Urtikaria” yang sangat di perlukan
dalam suatu harapan agar mendapatkan manfaat dan sekaligus melakukan apa yang
menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Keperawatan Dewasa
II”. Dalam proses pendalaman materi ini, tentu kami mandapat bimbingan,
arahan, koreksi dan saran, untuk itu terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada dosen Pebimbing. Dan penulis sadar bahwa dalam tugas ini banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan baik dalam penulisannya maupun isinya. Oleh karna itu,
penulis mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun guna memperbaiki
tugas yang akan datang. akhir kata penulis mengucap kan terima kasih.
Wassalamualaikum
Wr. Wb
Langsa,
20 April 2014
Penulis
Kelompok IV
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Tujuan............................................................................................................ 2
C. Manfaat Penulisan.......................................................................................... 3
D. Metode Penulisan........................................................................................... 3
BAB II : TINJAUAN TEORITIS.......................................................................... 4
A.
Anatomi Fisiologi
Kulit................................................................................ 4
1. Pengertian Kulit....................................................................................... 4
2. Lapisan Kulit............................................................................................ 4
3. Pembuluh Darah dan
Saraf...................................................................... 6
4. Kelenjar-kelenjar
Kulit............................................................................. 6
5. Pelengkap Kulit........................................................................................ 7
6. Fungsi Kulit............................................................................................. 9
B.
Konsep Dasar
Urtikaria.............................................................................. 9
1. Pengertian Urtikaria................................................................................. 9
2. Klasifikasi
Urtikaria................................................................................. 10
3. Etiologi Urtikaria..................................................................................... 11
4. Patofisiologi............................................................................................. 12
5. Pathway................................................................................................... 13
6. Manifestasi klinis..................................................................................... 14
7. Pemeriksaan
Penunjang............................................................................ 14
8. Pencegahan.............................................................................................. 16
9. Penatalaksanaan....................................................................................... 16
10. Komplikasi............................................................................................... 17
C.
Asuhan Keperawatan.................................................................................. 17
1. Pengkajian................................................................................................ 18
2. Diagnosa keperawatan
dengan urtikaria.................................................. 22
3. Intervensi
Keperawatan........................................................................... 22
4. Dokumentasi............................................................................................ 25
5. Evaluasi.................................................................................................... 25
BAB III : PENUTUP............................................................................................... 26
A. Kesimpulan.................................................................................................... 26
B. Saran.............................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 27
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Urtikaria adalah penyakit kulit yang sering di jumpai.
Urtikaria ialah reaksi di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai
dengan edema (bengkak) setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit serta
disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Di Indonesia, urtikaria
dikenal dengan nama lain biduran atau kaligata. Walaupun pathogenesis dan
penyebab yang di curigai telah di temukan,ternyata pengobatan yang di berikan
kadang-kadang tidak member hasil seperti yang di harapkan.
Penelitan urtikaria
jarang dilakukan di Indonesia baik
prevalensi maupun distribusinya,
sehingga data urtikaria sangat minimal di Palembang dan Sumatera
Selatan. Penelitian epidemiologi
urtikaria ini belum
pernah dlakukan, dara
yang dipublikasikan adalah data
rawat jalan di Unit Pelayanan Kesehatan. Tujuan
penelitian ini adalah
untuk mengetahui prevalensi
unikaria akut dan kronik
di masyarakat, faktor risiko populasi di kota Palembang
berumur 14-19 tahun. Disain studi berupa
studi potong lintang dengan mendistribusikan kuesioner kepada 3000 responden usia l4-19 tahun dengan
memakai besar sampel dengan variabilitas maksimal p : q = 0,5 dan maksimal
error = 5%. Hasil penelitian didapatkan prevalensi urtikaria secara keseluruhan
42,78%, prevalensi pria (46,09%) lebih tinggi dari wanita (40,84%) dengan odd
ratio: 1.24 dengan C.195% [1.06-1.44]. Prevalensi urikaria akut lelaki
2,8%, wanita 4.3%, sedangkan prevalensi
urtikaria akut secara keselumhan subjek penelitian : 7%. prevalensi urtikaria
kronik lelaki : 0,9 %, wanita = 1,5% dan
prevalensi total urtikaria kronik subiek penelitian = 2,4%. Faktor pencetus urtikaria akut dan
kronik adalah paparan angina dan garukan, sedangkan urtikaria akut: faktor pencetus alergi ikan laut dan cuaca dingin,
urtikaria kronik: cuaca dan alergi. Genetik dan atopi penderita biduran 21,2 %
dan atopi berupa hidung tersumbat 17,5%. Diantara penderita
urtikaria kronik didapatkan 159 kasus urtikaria fisik, pada urtikaria akut
didapatkan 58 urtikaria fisik, terdapat
34 kasus yang alergi terhadap obat-obatan, serta 85 kasus setiap serangan
urtikaria disertai dengan purpura. Umur serangan pertama kali diantara 10-15
tahun dan yang meninggalkan bekas bercak
hitam pasca urtikaria 175 orang, serangan lebih dari 24 jam sebanyak 526 kasus.
(Suryadi, 2007).
Berdasarkan waktunya, urtikaria
dapat berlangsung singkat (akut, kurang dari 6
minggu), lama (kronis, lebih 6 minggu) dan berulang (kambuhan).
Berdasarkan angka kejadiannya, disebutkan bahwa sekitar 15-20% populasi mengalami urtikaria dalam masa
hidupnya.
Kemungkinan mengalami urtikaria,
tidak ada perbedaan ras dan umur (terbanyak pada kelompok umur 40-50 an) .
Hanya saja, pada urtikaria kronis (berulang dan lama), lebih sering dialami
pada wanita (60%).
Singkatnya, urtikaria terjadi sebagai akibat pelebaran
pembuluh darah (istilah kerennya: vasodilatasi) dan peningkatan kepekaan
pembuluh darah kecil (kapiler) sehingga menyebabkan pengeluaran cairan
(transudasi) dari membran pembuluh darah, akibatnya terjadi bentol pada kulit.
Kondisi ini dikarenakan adanya pelepasan histamin yang dipicu oleh paparan
alergen (bahan atau apapun pencetus timbulnya reaksi alergi).
B. Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Mahasiswa mengetahui tentang alergi yang dapat ditimbulkan, terutama pada
Urtikaria. Mulai dari penyebabnya, gejala-gejala apa yang timbul, serta
penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit tersebut.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Menjelaskan tentang anatomi dan
fisiologi kulit
b.
Menjelaskan pengertian urtikaria
c.
Menjelaskan etiologi urtikaria
d.
Menjelaskan tanda dan gejala
urtikaria
e.
Menjelaskan tentang patofisiologi
urtikaria
f.
Menyebutkan pemeriksaan penunjang
pada pasien dengan urtikaria
g.
Menjelaskan penatalaksanaan dari
urtikaria
h. Menjelaskan
Askep pada pasien dengan urtikaria.
C. Manfaat
Penulisan
1.
Mahasiswa dapat memahami konsep dan
proses keperawatan pada pasien dengan urikaria sehingga dapat menunjang mata
kuliah keperawatan medical bedah.
2. Mahasiswa
mampu mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit.
D. Metode Penulisan
Dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, penulis
menggunakan berbagai macam literature, yaitu: perpustakaan, jurnal penelitian.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Anatomi
Fisiologi Kulit
1.
Pengertian
Kulit
Kulit adalah lapisan
jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan
tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa. Kulit
mencakup kulit pembungkus permukaan tubuh berikut turunannya termasuk kuku,
rambut dan kelenjar. (Syaifuddin, 2006).
Alat tubuh yang terberat : 15 % dari
berat badan. Luas : 1,50 – 1,75 m. Tebal rata – rata : 1,22 mm. Daerah yang
paling tebal : 66 mm, pada telapak tangan dan telapak kaki dan paling tipis :
0,5 mm, pada daerah genetalia.
2.
Lapisan
Kulit
Menurut (Syaifuddin,
2006) Lapisan kulit terdiri dari beberapa lapisan, yaitu:
EPIDERMIS
Epidermis memiliki
beberapa lapisan sel:
Stratum
Korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti
selnya sudah mati, dan mengandung zat keratin.
Stratum
Lusidumi, selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum
ialah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah
menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suartu pita yang
bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat, disebut stratum lusidum.
Stratum
Granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan.
Sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut keratohialin yang merupakan
fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir-butir stratum
granulosum.
Stratum
Spinosum/stratum akantosum, lapisan ini merupakan lapisan yang
paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Berbentuk
seperti poligon (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina).
Stratum
Basal/germinativum, terletak di bagian basal. Sel ini
merupakan sel-sel induk. Berbentuk silindris (tabung) dengan inti yang
menonjol. Terdapat butir melanin warna.
DERMIS
Dermis
merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh
membran basalis dan disebelah bawah berbatas dengan subkutis, tapi batas ini
tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak.
Dermis
terdisi dari 2 lapisan:
1. Bagian
atas, para papilaris (stratum papilar)
2. Bagian
bawah, retikularis (stratum retikularis).
SUBKUTIS
Subkutis
terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara gerombolan ini berjalan
serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan
intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti cincin.
Lapisan
lemak ini disebut penikulus adiposus, yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap
tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama
(berlainan).
Guna
penikulus adiposus adalah sebagai shok breker = pegas / bila terkena trauma
mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu.
Penimbunan kalori, dan tambahan untuk keantikan tubuh.
3.
Pembuluh
darah dan Saraf
PEMBULUH
DARAH
Pembuluh darah kulit
terdiri dari 2 anyaman pembuluh darah nadi, yaitu:
Anyaman pembuluh nadi
kulit atas atau luar. Anyaman ini terdapat antara stratum papilaris dan stratum
retikularis, dari anyaman ini berjalan arteriole pada tiap-tiap papilakori.
Anyaman pembuluh darah
nadi kulit bawah atau dalam. Anyaman ini terdapat antara korium dan subkutis,
anyaman ini memberikan cabang-cabang pembuluh nadi ke alat-alat tambahan yang
terdapat di korium. (syarifuddin, 2006)
SUSUNAN
SARAF KULIT
Kulit juga seperti
organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal dan permukaan yang terdiri dari
saraf-saraf motori dan saraf sensorik. Ujung saraf motorik berguna untuk
menggerakkan sel-sel otot yang terdapat pada kulit. Sedangkan saraf sensorik
berguna untuk menerimarangsangan yang terdapat dari luar atau kulit. Pada kulit
ujung-unjung saraf sensorik ini membentuk bermacam-macam kegiatan untuk
menerima rangsangan. Ujung-ujung saraf yang bebas untuk menerima rangsangan
sakit/nyeri banyak terdapat di epidermis. Disini ujung-ujung sarafnya mempunyai
bentuk yang khas yang sudah merupakan suatu organ. (syarifuddin, 2006).
4.
Kelenjar-kelenjar
Kulit
a.
Kelenjar
Sebasea
Berasal dari rambut
yang bermuara pada saluran folikel rambut untuk melumasi rambut dan kulit yang
berdekatan.
b.
Kelenjar
Keringat
Kelenjar tubular
bergelung tidak berabang pada seluruh kulit kecuali pada dasar kuku, batas
bibir, glans penis, dan gendang telinga. Dan paling banyak pada telapak tangan
dan kaki. Terdapat 2 kelenjar keringat yaitu kelenjar keringat ekrin dan
kelenjar keringat apokrin.
1) Kelenjar
keringat ekrin: tersebar di seluruh tubuh kecuali
kulit pembungkus penis, bagian dalam telinga luar, telapak tangan/kaki, dan
dahi. Badan kelenjar terdapat antara perbatasan kulit ari dan kulit jangat,
salurannya berbelok-belok keluar dan berada pada lapisan jangat, lalu berjalan
lurus ke lapisan epidermis dan bermuara pada permukaan kulit pada pori-pori
keringat.
2) Kelenjar keringat
apokrin: kelenjar keringat yang besar hanya dapat ditemukan
pada ketiak, kulit puting susu, kulit sekitar alat kelamin, dan dubur. Kelenjar
ini terletak lebih dalam dan saluran keluarnya berbelok-belok kemudian lurus
menuju epidermis dan bermuara pada folikel rambut, bersama keringat keluar
bagian-bagian sel kelenjar yang sudah rusak dan berbau khas.
5.
Pelengkap
Kulit
Pelengkap kulit terdiri
dari 2 macam yaitu, Rambut dan Kuku.
RAMBUT
Rambut adalah batang
sel gepeng mati, berisi keratin dan memiliki peran utama sebagai pelindung. Akar
rambut atau bulbus, terkubur dalam lubang atau folikel. Saat sel baru bertambah
banyak bagian akar, rambut memanjang dari bawah. Berbagai jenis rambut tumbuh
dengan kecepatan yang berbeda, rambut kulit kepala memanjang sekitar 0,3 mm
setiap hari. Namun demikian, rambut tidak tumbuh terus-menerus. Setelah tida
sampai empat tahun, folikel masuk dalam fase istirahat dan rambut terlepas dari
dasarnya. Tiga sampai enam bulan kemudian, folikel aktif kembali dan mulai
menghasilkan rambut baru. (Ensiklopedia Tubuh Manusia, 2007).
Rambut terdiri dari:
a. Rambut
panjang dikepala, pubis dan jenggot.
b. Rambut
pendek dilubang hidung, liang telinga dan alis.
c. Rambut
bulu lanugo diseluruh tubuh.
d. Rambut
seksual dipubis dan aksila (ketiak).
Beberapa
fungsi dari rambut adalah sebagai berikut:
a. Sebagai
pelindung, pada muara lubang telinga/hidung terdapat benda-benda yang masuk
serta melindungi kulit terhadap sinar ultraviolet dan panas.
b. Mengatur
suhu, pengaturan panas dengan cara bulu badan menyimpan panas.
c. Pembuangan
keringat dan air, karena permukaan yang luas, rambut akan membantu penguapan
keringat.
d. Pengaturan
emosi, apabila mengalami ketakutan bulu tengkuk berdiri.
e. Sebagai
alat perasa, rambut memperbesar rangsangan sentuhan terhadap kulit.
KUKU
Kuku
adalah sel epidermis kulit-kulit yang telah berubah tertanam dalam palung kuku
menurut garis lekukn pada kulit. Palung kuku mendapat persarafan dan pembuluh
darah yang banyak.
Bagian
proksimal terletak dalam lipatan kulit merupakan awal kuku tumbuh, bdan kuku,
bagian yang tidak ditutupi kulit dengan kuat terikat dalam palung kulit dan
bagian atas merupakan bagian yang bebas. (syarifuddin, 2006).
Bagian
dari kuku, terdiri dari:
a. Ujung
kuku atas ujung batas
b. Badan
kuku yang merupakan bagian yang besar
c. Akar
kuku (radik).
6.
Fungsi
Kulit
a. Melindungi
tubuh terhadap luka, mekanis, kimia dan termis karena epitelnya dengan bantuan
sekret kelenjar memberikan perlindungan terhadap kulit.
b. Perlindungan
terhadap mikro organisme patogen.
c. Mempertahankan
suhu tubuh dengan pertolongan sirkulasi darah.
d. Mengatur
keseimbangan cairan melalui sirkulasi kelenjar.
e. Alat indera
melalui persarafan sensorik dan tekanan temperatur dan nyeri.
f. Sebagai alat
rangsangan rasa yang datang dari luar yang dibawa oleh saraf sensorik dan
motorik keotak.
B. Konsep Dasar
Urtikaria
1.
Pengertian
Urtikaria
Urtikaria (kaligata,
gidu, nettle-rash, hives), adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas
tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila
ditekan, disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik
atau berulang. (Akib, Munasir & Kurniati, 2007).
Urtikaria (gelegata)
merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe I pada kulit yang ditandai oleh
kemunculan mendadak lesi menonjol yang edematous, berwarna merah muda dengan
ukuran serta bentuk yang bervariasi, keluahan gatal dan menyababkan gangguan
rasa nyaman yang setempat. Kelainan ini dapat mengenai setiap bagian tubuh,
termasuk membran mukosa (khususnya mulut, laring (kadang-kadang dengan
komplikasi respiratorius yang serius) dan traktus gastrointestinal. Setiap
urtikaria akan bertahan selama periode waktu tertentu yang bervariasi dari
beberapa menit hingga beberapa jam sebelum menghilang. Selama berjam-jam atau
berhari-hari, kumpulan lesi ini dapat timbul, hilang dan kembali lagi secara
episodik. Jika rangkaian kejadian ini berlanjut tanpa batas waktu, keadaan
tersebut dinamakan urtikaria kronik. (Smeltzer & Bare, 2001).
Urtikaria (biduran)
merupakan reaksi kulit yang paling sering dijumpai yang dapat mengakibatkan
edema dan eritema. Dalam waktu beberapa jam lesi akan menghilang. Erupsi kulit
sementara ini kelihatannya seperti benjolan tipis eritematosa dan papula dengan
vasodilatasi kulit dan pembuluh darah subkutan yang disertai dengan edema pada
sekeliling jaringan. Rasa gatal esringkali menyertai urtikaria. Kadang timbul
angioedema disertai pembengkakan bibir, lidah, kelopak mata dan laring yang
menyertai urtikaria kulit. (Prince & Wilson, 2005).
2.
Klasifikasi
Urtikaria
Urtikaria dapat
diklasifikasikan berdasarkan durasi atau etiologi dan mekanisme patofisiologi.
(Akib, Munasir & Kurniati, 2007).
a. Durasi:
1. Akut
: biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (kurang dari 6
minggu), dan umumnya penyebabnya dapat diketahui.
2. Kronis
: berlangsung lebihs dari 6 minggu, dan urtikaria biasanya berulang dan tidak
diketahui pencetusnya, serta dapat berlangsung sampai beberapa tahun. Urtikaria
kronik umumnya ditemukan pada orang dewasa.
b. Berdasarkan
etiologi
1. Mekasisme
imun: dapat diperantarai melalui reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III.
2. Mekanisme
nonimun (anafilaktoid)
a) Angioedema
herediter
b) Aspirin
c) Liberator
histamin, yaitu zat yang dapat menyebabkan pelepasan histamin seperti opiat,
pelemas otot, obat, vasoaktif, dan makanan (putih telur, tomat, lobster)
3. Fisik:
a) Dermatografia
(writing on the skin)
b) Urtikaria
dingin
c) Urtikaria
kolinergik
d) Urtikaria
panas
e) Urtikaria
solar
f) Urtikaria
dan angioedema tekanan
g) Angioedema
getar
h) Urtikaria
akuagenik
4. Miscellaneous
1. Urtikaria
popular
2. Urtikaria
pigmentosa
3. Mastositosis
sistemik
4. Infeksi
disertai urtikaria
5. Urtiakaria
dengan penyakit sistemik yang mendasarinya:
(1) Penyakit
vaskuler kolagen
(2) Keganasan
(3) Ketidakseimbangan
sistem endokrin
6. Faktor
psikogenik
7. Urtikaria
dan angioedema idiopatik
3.
Etiologi
Urtikaria
Menurut
Price & Wilson ( 2005 ) etiologi urtikaria adalah sebagai berikut :
a.
Makanan
( kacang - kacangan, bahan pengawet makanan, kerang – kerangan dll )
b.
Obat
( aspirin, pencahar ,dan antibiotik )
c.
Gigitan
serangga
d.
Lingkungan
e.
Stress.
Menurut Saputra dalam buku nya ilmu penyakit dalam, etiologi
Urtikaria dan angioedema adalah sebagai berikut :
a.
Idiopatik.
b.
Autoantibodi.
c.
Infeksi
d.
Gigitan
dan sengatan serangga
e.
Faktor
fisik.
f.
Obat
– obatan
g.
Herediter
4.
Patofisiologi
Menurut (Akib, Munasir & Kurniati, 2007)
perjalanan penyakit urtikaria sebagai berikut ini:
Hal yang mendasari
terjadinya urtikaria adalah triple respons dari lewis, yaitu eritema akibat
dilatasi kapiler, timbulnya flare akibat dilatasi arteriolar yang di perantarai
refleks akson saraf dan timbulnya wheal, akibat ekstravasasi cairan karena
meningkatnya permeabilitas vaskuler.
Secara histologis,
urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah dermal dibawah kulit dan
edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi sel perivaskular, di antaranya
yang paling dominan adalah eosinofil. Kelainan ini disebabkan oleh mediator
yang lepas, terutama histamin, akibat degranulasi sel mast kutan atau subkutan,
dan leukotrien juga dapat berperan.
Histamin akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit sehingga kulit berwarna
merah (eritema). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah sehingga cairan dan sel, terutama eosinofil, keluar dari pembuluh darah
dan mengakibatkan pembengkakan kulit lokal. Cairan serta sel yang keluar akan
merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah
bentol merah yang gatal.
Bila pembuluh darah
yang terangsang adalah pembuluh darah jaringan subkutan, biasanya jaringan
subkutan longgar, maka edema yang terjadi tidak terbatas tegas dan tidak gatal
karena jaringan subkutan mengandung sedikit ujung saraf perifer, dinamakan
angioedema. Daerah yang terkena biasanya muka (periorbita dan perioral).
Urtikaria disebabkan
karena adanya degranulasi sel mast yang dapat terjadi melalui mekanisme imun
atau nonimun.
Histamin adalah
mediator terpenting pada reaksi alergi fase cepat yang diperantarai IgE pada
penyakit atopik. Histamin terikat pada reseptor histamin yang beda-beda.
Terdapat 4 jenis reseptor histamin, yaitu reseptor H1, H2, H3 dan H4 ;
masing-masing memiliki efek fisiologik yang berbeda. Reseptor H4 dapat mengatur
fungsi sel imun. Aktivasi reseptor H4 penting pada kemotaksis dan akumulasi sel
pada jaringan alergik yang mengalami inflamasi. Reseptor histamin H4 berperan
pada regulasi histamin proinflamasi, dipresentasikan pada leukosit dan saluran
cerna.
5.
Pathway
(Akib,
Munasir & Kurniati, 2007)
6.
Manifestasi
Klinis
Menurut (Akib, Munasir
& Kurniati, 2007) manefestasi klinis dari urtikaria di uraikan sebagai
berikut ini:
Urtikaria merupakan
penyakit yang sering ditemukan, diperkirakan 3,2-12,8% dari populasi pernah
mengalami urtikaria. Dari penelitian di daerah Utan Kayu, Jakarta Timur,
ternyata urtikaria terdapat pada 4,5% dari penderita atopi.
Klinis tampak bentol
(plaques edemateus) multiple yang berbatas tegas, berwarna merah dan gatal.
Bentol dapat pula berwarna putih ditengah yang dikelilingi warna merah. Warna
merah bila ditekan akan memutih. Ukuran tiap lesi bervariasi dari diameter
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk sirkular atau
serpiginosa (merambat). Tiap lesi akan menghilang setelah 1 – 48 jam, tetapi
dapat timbul lesi baru.
Pada demografisme lesi sering
berbentuk linear, pda urtikaria solar lesi terdapat pada bagian tubuh yang
terbuka. Pada urtikaria dingin dan panas lesi akan terlihat pada daerah yang
terkena dingin atau panas. Lesi urtikaria kolinergik adalah kecil-kecil dengan
diameter 1-3 mm dikelilingi daerah warna merah dan terdapat di daerah yang
berkeringat. Secara klinis urtikaria kadang-kadang disertai angioedema yaitu
pembengkakan difus yang tidah gatal dan tidak pitting dengan predileksi di
muka, daerah periorbita dan perioral, kadang-kadang digenitalia. Kadang-kadang
pembengkakan dapat juga terjadi di faring atau laring sehingga dapat mengancam
jiwa.
7.
Pemeriksaan
Penunjang
Menurut (Akib, Munasir
& Kurniati, 2007) ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk menyatakan bahwa
seseorang yang dinyatakan Urtikaria, yaitu;
a.
Reaksi
hepersensitivitas tipe I
1) Untuk
reaksi hipersensitivitas alergi dan non alergi ini dapat dilakukan
a) Hitung
cosinofil darah perifer/nasal
b) Pemeriksaan
konsentrasi tryptase serum, apabila konsentrasinya > 10 mg/ml menunjukkan
adanya aktivitasi dari sel mast.
2) Untuk
alergi yang diperantarai IgE (IgE mediated) dilakukan pemeriksaan;
a) IgE
total serum
3) alergi protein (inhalan/makanan) perlu
dilakukan:
a) Uji
tusuk kulit
Radio-Alergi-Sorbent
Tes (RAST) : IgE spesifik serum
4) Untuk
alergi obat perlu dilakukan:
a) Uji
tusuk kulit
Satu tetes larutan obat
1 : 100 dalam larutan garam fisiologis tanpa pengawet, harus disertai kontrol
positif dan negatif
5) Uji
Intradermal:
0,02 ml larutan obat 1
: 100 dalam larutan garam fisiologis, harus disertai kontrol positif dan
negatif.
b.
Urtikaria
Fisik
Kulit yang akan diuji:
1) Kulit
harus sehat/normal
2) Pada
daerah volar lengan bawah
3) Angioedema
herediter
4) Uji
yang dilakukan pemeriksaan C4, C2, CH30, C1-INH
5) Dermatografisme
(menulis pada kulit)
6) Gores
kulit normal pada daerah volar lengan bawah dengan alat tumpul (Stik yang keras
atau tounge blade/penekan lidah atau dengan kuku).
7) Suatu
reaksi wheal dan kemerahan berbentuk garis akan timbul dalam 2-3 menit setelah
digores. Intensitas puncak terjadi dalam 6-9 jam pada sisi yang sama dan
menetap selama 24-48 jam.
8.
Pencegahan
Untuk mencegah terulangnya biduran,
usahakan mencari penyebab alergi dan perhatikan bahan apa saja yang baru
disentuh, dimakan, atau diisap ketika mulai terserang biduran. Jika penyebabnya
adalah makanan, maka hindari makanan tersebut, jika penyebabnya adalah udara
dingin, maka kenakan pakaian tebal dan hangat yang bisa menutupi seluruh tubuh,
jika perlu kenakan sarung tangan dan kaos kaki. (dr Novie)
Hindari alergen yang diketahui. Termasuk beberapa
makanan dan penyedap makanan, obat-obatan dan beberapa situasi seperti panas,
dingin atau stress emosional Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan
urtikaria seperti antibiotik golongan penisilin, aspirin dan lainnya. (dr
Novie).
9. Penatalaksanaan
Menurut (Corwin, 2009)
a.
Antihistamin
dan obat – obat yang menghambat degranulasi sel mast dapat mengurangi gejala –
gejala alergi.
b.
Kortikosteroid
yang dihirup atau sitemik bekerja sebagai obat anti peradangan dan dapat mengurangi gejala suatu
alergi.
c.
Stabilizer
sel mast inhalan mengurangi degranulasi sel mast dan dapat menurunkan gejala
alergi tipe I.
Menurut
(Akib, Munasir & Kurniati , 2007) pengobatan urtikaria adalah sebagai
berikut :
a.
Penanganan
Umum.
1. Penghindaran faktor penyebab.
2. Antihistamin
Pada urtikaria akut lokalisata cukup diberikan antihistamin
penghambat histamin H1.
3.
Adrenergik
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distres
pernafasan, asma atau edema laring, mula – mula diberi larutan adrenalin ( 1 :
1000 ) dengan dosis 0,01 ml/ kg BB / kali subkutan ( maksimum 0,3 ml ),
dilanjutkan dengan pemberian antihistamin penghambat reseptor histamin.
4.
Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respons yang baik
dengan obat –obat lain, dengan mewaspadai efek samping yang dapat terjadi.
b.
Penanganan
Khusus.
Penanganan
sesuai diagnosis urtikaria.
c.
Penanganan
Topikal
Untuk
mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamine
Urtikaria kronik biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah
tetap identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, namunhal ini juga sulit
dilakukan. Untuk ini selain antihistamin penghambat reseptor histamin H1,
jugadapat menambahkan obat penghambat resptor H2. Kombinasi lain yang dapat
diberikan adalah antihistamin penghambat reseptor histamin non sedasi dan
sedasipada malam hari atau antihistamin penghambat reseptor histamin H1 dengan
antidepresan trisiklik. Pada kasus berat dapat diberikan antihistamin
penghambat reseptor histamin H1 dengan kortikosteroid jangka pendek.
10. Komplikasi
(Winandari, 2012 dalam www.tempo.co.id/medika/arsip/04200/kas-1htm
dikutip tanggal 24 2014) komplikasi dari urtikaria adalah sebagai berikut:
Urtikaria dan angiodema
dapat menyebabkan rasa gatal yang menimbulkan ketidaknyamanan. Urtikaria kronik
juga menyebabkan stress psikologik sehingga mempengaruhi kualitas hidup
penderita seperti pada penderita penyakit jantung.
C. Asuhan
Keperawatan pada Urtikaria
Asuhan keperawatan
dengan gangguan sistem integumen yaitu Urtikaria menurut (Doenges, 1999)
sebagai berikut:
1.
Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada
klien urtikaria menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
1) Pengumpulan
data
Biodata
a) Identitas
klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal MRS,
tanggal pengkajian, diagnostic medic.
b) Identitas
penanggung : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien.
Riwayat
Kesehatan
a)
Keluhan utama, Merupakan gambaran
yang dirasakan klien sehingga dating ke RS untuk menerima pertolongan dan
mendapatkan perawatan serta pengobatan.
b) Riwayat
kesehatan sekarang Menguraikan keluhan secara PQRST. Misalnya : pasien
(biasanya wanita tua) mungkin melaporkan penurunan kemampuan untuk mengangkat ,
pasien menyatakan nyeri beberapa lama ,letak nyeri,dll.
c) Riwayat
kesehatan masa lalu Merupakan riwayat kesehatan yang berkaitan dengan penyakit
sebelumnya dan riwayat pemeriksaan klien.apakah alergi terhadap zat
makanan,cuaca,obat-obatan,dsb.
Misalnya pada kasus cystitis yang perlu dikaji yaitu : riwayat menderita infeksi saluran kemih sebelumnya,riwayat pernah menderita batu ginjal ,riwayat penyakit DM, dan jantung.
Misalnya pada kasus cystitis yang perlu dikaji yaitu : riwayat menderita infeksi saluran kemih sebelumnya,riwayat pernah menderita batu ginjal ,riwayat penyakit DM, dan jantung.
d) Riwayat
kesehata keluarga Memuat riwayat adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama adakah anggota keluarga yang menderita penyakit akut /
kronis serta melampirkan genogram klien.
Pemeriksaan Fisik, Meliputi:
a) Keadaan
Umum
(1) Keadaan
fisik : sedang,ringan,berat
(2) Tanda-tanda
vital : tekanan darah,nadi,suhu,pernafasan
(3) Tingkat
kesadaran : composmentis,apatis,spoor,somnolent
b) Kulit
(1) Inspeksi :
warna kulit dan kebersihan kulit
(2) Palpasi :
suhu,tekstur,kelembaban,apakah ada nyeri tekan, apakah ada massa / benjolan
atau apakah ada odema.
c) Kepala
(1) Inspeksi :
apakah penyebaran rambut merata ,apakah ada luka di kepala,apakah kebersihan
kulit terjaga.
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan,atau apakah ada massa / benjolan
d) Wajah
(1) Inspeksi :
apakah ada luka di wajah,apakah wajah tampak pucat atau tidak.
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan,apakah ada massa / benjolan.
e) Mata
(1) Inspeksi :
apakah sclera ikterus atau tidak, apakah konjungtiva pucat atau tidak, apakah
palpebra oedema atau tidak.
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan,apakah ada massa / benjolan.
f) Hidung
(1) Inspeksi :
apakah ada polip,perdarahan,secret,dan luka
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan,apakah ada massa / benjolan
g) Telinga
(1) Inspeksi :
apakah ada peradangan atau serumen
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan atau apakah ada massa / benjolan.
h) Mulut
(1) Inspeksi :
apakah bibir tampak kering atau sariawan
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan
i) Leher
(1) Inspeksi :
apakah ada kelenjar thyroid dan kelenjar limfe
(2) Palpasi :
apakah terjadi pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar limfe
j) Ketiak
(1) Inspeksi :
apakah tampak adanya pembesaran kelenjar getah bening
(2) Palpasi :
apakah teraba adanya pembesaran getah bening
k) Dada dan
pernapasan
(1) Inspeksi : bentuk
dada normal/abnormal,apakah simetris kiri dan kanan
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan,apakah ada massa/benjolan
(3) Perkusi :
apakah suara paru soror,redup,pekak,atau tympani
(4) Auskultasi :
suara nafas apakah vesikuler atau broncovesikuler, apakah ada suara tambahan, misalnya
: roles, ronchi.
l) Jantung
(1) Inspeksi :
untuk mengetahui denyut dinding toraks yaitu ictus cordis pada ventrikel kiri ICS
5 linea clavikularis kiri
(2) Palpasi :
untuk meraba dengan jari II,III,IV yang dirasakan pukulan/ kekuatan getar dan
dapat dihitung frekuensi jantung (HR) selama satu menit penuh.
(3) Perkusi :
untuk mengetahui batas-batas jantung
(4) Auskultasi :
untuk mendengar bunyi jantung
m) Abdomen
(1) Inspeksi :
apakah ada jaringan parut striase, apakah permukaan abdomen datar, pengembangan
diafragma simetris kiri dan kanan.
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan,atau apakah ada massa/benjolan
(3) Perkusi :
apakah ada sura tympani atau tidak
(4) Auskultasi :
apakah ada suara bising usus atau tidak.apakah peristltik ususnya normal atau
tidak.
n) Genetalia
dan anus
(1) Inspeksi :
apakah ada benjolan atau tidak
(2) Palapsi :
apakah ada nyeri tekan,apakah ada massa/benjolan.
o) Ekstermitas
Ekstermitas
atas
(1) Inspeksi :
bagaimana pergerakan tangan,dan kekuatan otot
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan
(3) Motorik : untuk
mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan tonus kekuatan otot,dan
tes keseimbangan.
(4) Reflex :
memulai reflex fisiologi seperti biceps dan triceps
(5) Sensorik :
apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature, rasa , gerak dan
tekanan.
Ekstermitas bawah
(1) Inspeksi :
bagaimana pergerakan kaki,dan kekuatan otot
(2) Palpasi :
apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan
(3) Motorik :
untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan tonus kekuatan
otot, dan tes keseimbangan.
(4) Reflex :
memulai reflex fisiologi seperti biceps dan triceps
(5) Sensorik :
apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature, rasa , gerak dan
tekanan.
2. Diagnosa Keperawatan dengan
Urtikaria
a.
Gangguan citra diri tubuh
berhubungan dngan angioedema
b.
Gangguan pemenuhan kebutuhan
istirahat dan tidur berhubungan dengan gatal
c.
Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakitnya
d.
Resiko kerusakan jaringan kulit
berhubungan dengan vasodilatasi subkutan
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan citra diri tubuh berhubungan
dngan angioedema
Tujuan :Agar dapat mengekspresikan
perasaan dan masalah yang menyebabkan penurunan citra tubuh
Intervensi :
1)
Kaji makna perubahan pada pasien
Rasional :Episode traumatic
mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tidak diantisipasi, membuat perasaan
kehilangan pada perubahan actual/yang dirasakan.ini memerlukan dukungan
perbaikan optimal
2)
Bersikap realistis dan positif
selama pengobatan.Pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam
keterbatasan
Rasional :Meningkatkan kepercayaan
dan mengadakan hubungan antara pasien dengan perawat.
3)
Dorong interaksi keluarga dan dengan
tim rehabilitas
Rasional :Mempertahankan/membuka
garis komunikasi dan memberikan dukungan
4)
Berikan kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan perasaan mereka.
Rasional : meringankan beban psikologis klien.
Rasional : meringankan beban psikologis klien.
5)
HE kepada keluarga pasien tentang
bagaimana mereka dapat membantu pasien.
Rasional : Keluarga dapat
meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respons yang lebih membantu
pasien.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan
istirahat dan tidur berhubungan dengan gatal
Tujuan : Pasien menunjukkan
kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.
Intervensi:
Intervensi:
1)
Kaji kebiasaan tidur klien sebelum
dan selama sakit
Rasional :Untuk mengetahui kebiasaan tidur klien serta gangguan yang dirasakan, dan membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya.
Rasional :Untuk mengetahui kebiasaan tidur klien serta gangguan yang dirasakan, dan membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2)
Beri posisi yang nyaman.
Rasional :Posisi yang nyaman dapat
meningkatkan relaksasi sehingga menstimulasi untuk tidur
3)
Ciptakan lingkungan yang tenang dan
nyaman.
Rasional : Lingkungan yang tenang
dapat memberikan rasa nyaman sehingga mempermudah klien tidur.
4)
Anjurkan pasien untuk mengkomsumsi
makanan/minuman tinggi protein sebelum tidur.
Rasional : Pencernaan protein
menghasilkan triptopan yang mempunyai efek sedative
5)
Menghindari minuman yang mengandung
kafein,pada malam hari.
Rasional :Memudahkan pasien untuk
dapat tidur.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakitnya
Tujuan : Pasien akan menunjukkan
kecemasan berkurang / teratasi dengan kriteria:
a)
Pasien dapat menerima keadaanya
b)
Ekspresi wajah rileks
c)
Pasien tampak tenang
Intervensi:
1)
Observasi tingkat kecemasan pasien.
Rasional :mengetahui sejauh mana
kekhwatiran / kecemasan pasien dan pemahaman pasien mengenai penyakitnya.
2)
Beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaanya
Rasional :Mengurangi beban perasaan pasien.
Rasional :Mengurangi beban perasaan pasien.
3)
Bina hubungan yang baik antara
perawat dengan klien.
Rasional :Meningkatkan hubungan
terapeutik antara perawat dengan pasien.
4)
Beri doronga spiritual.
Rasional : Membantu pasien lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan dan menerima keadaanya denga ikhlas.
5)
HE tentang penyakit yang diderita
pasien.
Rasional :Dengan informasi denga baik dapat menurunkan
kecemasan pasien.
d. Resiko kerusakan jaringan kulit
berhubungan dengan vasodilatasi subkutan.
Tujuan :Tidak terjadi kerusakan
jaringan kulit.
Intervensi :
1)
Kaji dan catat keadaan dan warna
kulit
Rasional : Sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan derajat kerusakan kulit.
2)
Pijat kulit dengan lembut.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi
darah
3)
Anjurkan pasien untuk tidak
menggaruk.
Rasional : Menghindari kerusakan
kulit
4)
Kompres atau mandi air hangat dengan
mencampurkan koloit Aveeno oatmeal.
Rasional :Dapat mengurangi gatal yang timbul.
Rasional :Dapat mengurangi gatal yang timbul.
4. Dokumentasi
Seluruh tindakan yang dilakukan harus ditulis dalam
catatan perawat, seperti: Waktu Pengkajian, Perencanaan, Tindakan yang
dilakukan, respon terhadap tindakan.
5. Evaluasi
a)
Tidak terjadinya infeksi
b)
Tidak terjadinya kerusakan kulit
klien
c)
klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal karena
berkurangnya pruritus dan ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan.
d)
Tercapainya pola tidur/istirahat yang memuaskan
e)
Menerima keadaan diri
f)
Memahami tentang perawatan kulit dan
terapi pengobatan
BAB III
PENUTUP
i.
Kesimpulan
Urtikaria adalah reaksi vaskuler di
kulit akibat faktor imunologik dan non-imunologik, biasanya ditandai dengan
edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan. Urtikaria
dapat terjadi pada semua umur. Penyebabnya yaitu faktor imunologik (reaksi
hipersensitivitas tipe I, II, III, IV, dan genetik) dan faktor non-imunologik
(bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek kolinergik, alkohol, emosi,
demam). Gejala yang timbul biasanya berupa edema setempat yang eritem, kemudian
biasanya disertai gatal. Pengobatan yang selama ini diberikan sesuai dengan
kausa dan diberikan juga anti histamin.
ii.
Saran
Setelah kami menyimpulkan tentang
URTIKARIA, kami menyarankan dan menghimbau kepada segenap pembaca untuk dapat
menjaga kesehatannya agar tidak mudah terserang penyakit, Karena tanpa kita
sadari bahwa timbulnya suatu penyakit disebabkan oleh lingkungan dan gaya hidup
yang tidak sehat.
Dan tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Dan
tidak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan
perhatikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Akib, A. AP., Munasir, Z., &
Kurniati, N. 2007. Alergi-Imunologi Anak,
Edisi 2. Jakarta: IDAI
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi-Ed-Rev 3.
Jakarta: EGC
Parker, Steve. 2007. Ensiklopedia Tubuh Manusia. Jakarta:
Erlangga
Price, S. A., Wilson, L. M. 2005. PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit-Ed. 6. Vol 1. Jakarta: EGC
Price, S. A., Wilson, L. M. 2005. PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit-Ed. 6. Vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2001 Buku Ajar Keperawatan medikal-bedah Brunner
& suddarth-Ed. 8. Vol 3. Jakarta:
EGC
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk siswa perawat-Ed. 2.
Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan- Ed. 3. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa
Keperawatan-Ed. 2. Jakarta: Salemba Medika
Taylor, C. M., Ralph, S. S.
Diagnosis Keperawatan: Dengan Rencana
Asuhan-Ed. 10. Jakarta: EGC
by: Surya Nanda, CHN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar